Ubisoft Singapore Tengah Diselidiki Atas Tuduhan Pelecehan dan Diskriminasi
Ubisoft Singapore, studio yang tengah mengerjakan game Skull & Bones, saat ini tengah diselidiki oleh pengawas nasional mengenai praktik ketenagakerjaan yang adil dan progresif atas klaim pelecehan seksual dan diskriminasi yang ada di studio tersebut.
Tripartite Alliance for Fair and Progressive Employment Practices (TAFEP) Singapura, berbicara kepada The Straits Times pada tanggal 23 Juli, mereka telah mendapatkan feedback anonim ke artikel media “mengenai tudingan pelecehan dan perlakuan tidak adil di tempat kerja” di studio Singapura Ubisoft.
Feedback tersebut telah diterima oleh TAFEP dalam beberapa hari setelah sebuah investigasi oleh Kotaku di rilis, yang menghadirkan wawancara dengan lebih dari dua puluh staff Ubisoft Singapura, dan juga mantan staff. Sumber melaporkan bahwa berbagai masalah terjadi di studio dalam beberapa tahun terakhir, mulai dari diskriminasi, perbedaan gaji berdasarkan ras, pelecehan seksual, dan intimidasi oleh manajer. Mayoritas kondisi kerja yang toxic di duga muncul dibawah Managing Director sebelumnya, Hugues Ricour.
Ketika ditanyai mengenai gugatan tersebut pada tanggal 6 Agustus, The Straits Times melaporkan bahwa Managing Director, Darryl Long yang belum lama ini ditunjuk mengatakan “Sangat penting bahwa kami dapat membicarakan hal-hal ini, dan bahwa kami mengakui apa yang terjadi di industri kita adalah benar, sekarang […] Kami perlu mulai mengubah cara kami dipersepsikan, dan cara kami bertindak secara internal juga.”
Long mengatakan bahwa Ubisoft Singapore tidak menerima diskriminasi, pelecehan, atau perilaku buruk dalam bentuk apapun. Studio dilaporkan telah menggunakan agen pihak ketiga untuk menangani keluhan. “Kami telah mengambil tindakan nyata untuk meresmikan bagaimana hal tersebut ditangani,” ucap Long. Ia mengakui bahwa studio telah melihat “beberapa tantangan selama dekade terakhir” dan bahwa “masih terdapat hal yang harus dilakukan mengenai budaya [mereka].”
Di Singapura, pelanggaran terkait diskriminasi di tempat kerja berdasarkan karakteristik seperti usia, jenis kelamin, ras, agama, dan bahasa dapat mengakibatkan sanksi berat bagi perusahaan. Jika terbukti bersalah, TAFEP tidak hanya dapat meminta studio untuk menerapkan kebijakan baru untuk mencegah insiden selanjutnya, namun Ministry of Manpower juga dapat melarang perusahaan untuk mengajukan izin kerja baru untuk pekerja asing hingga maksimal dua tahun.
Sumber: IGN